Lebih dari beberapa tahun ini kita memperhatikan
angka-angka tentang kemiskinan terus berkurang namun seolah jauh dari persoalan
angka dan deretan yang terpampang jelas di beberapa media lokal dan nasional,
angka tersebut menyuguhkan sebuah pertanyaan besar yang harus di jawab oleh
pihak yang mengklaim bahwa angka tersebut adalah valid dan dapat di pertanggung
jawabkan, sekali lagi opini ini tidak akan menyebutkan berapa nilai persentase
angka kemiskinan antara berkurang dan penetapan angka-angka dari tahuh ke
tahun, opini lebih bersandar pada oponi pribadi sebagai masyarakat awam yang
mengambil persepsi sesuai dengan pemahaman penulis, sekian angka dan jumlah yang
semakin kecil tentang data kemiskinan tetap pada dasarnya tidak akan membuat
masyarakat atau kita tersenyum lebar, karena pada intinya masyarakat cerdas
tahu tentang kenyataan yang sebenarnya terjadi bukan karena pengaruh media dan
terpengaruh informasi lainnya namun lebih kepada merasakan, melihat serta
mendengar tentang keadaan rasionl di sekitarnya, bahwa kemiskinan adalah
sesuatu yang sensitive dimana antar kebenaran dan kepalsuan bisa di lihat oleh
kita sebagai masyarakt Indonesia.
KEMISKINAN
DAN SIMISKIN
Membandingkan dari tahun ketahun yang
memperlihatkan secara detail tentang laporan-laporan pengurangan jumlah
kemiskinan berkurang namun berbau politis tentulah kebenaran dan kepercayaan
yang berkembang akan lemah, cobalah tengok survei-survei yang menyajikan
kepuasan masyarakat tentang kinerja pemerintah dari tahun ketahun tentang
“kepuasan’ maka nilainya adalah normatif atau biasa saja bahkan sesekali kita
lihat dari survei yang di beritakan tingkat kepuasan tersebut begitu rendah
atau katakanlah nilai persentasi-nya jauh lebih besar tentang ketidak
puasannya, hal ini tentu ada konektivitas antar kepuasan dan keadaan sosial
yang terjadi di mayasarakat bahwa pada dasarnya antara judul pengurangan
kemiskinan yang di rilis Badan pusat statistik dan survei kepuasan masyarat
oleh lembaga-lebaga survei independent sangat berlawanan, dan jika memang ada
angka kemiskinan berkurang tentulah survei yang menyajikan persentase tentang
“apakah masyarakat puas dengan kinerja pemerintah” maka nilai persentasenya
harus lebih tinggi dan jauh melebihi nilai persentase tentang pengurangan
kemiskinan.
Sebenarnya apakah memang data yang valid
ataukah mereka yang miskin hati nuraninya
sehingga tidak berani melaporkan dan memberitakan atau sekedar merilis ke media,
bahwa kemiskinan di Indonesia begitu besar jumlahnya, ataukah mereka takut atau
merasa ingin berbalas budi karena sudah mengangkat mereka sebagai pemimpin dari
badan tersebut dan hendak menggembirakan sang presiden dengan jumlah-jumlah
palsu tentang bertambah dan meningkatnya masyarakt sejahtera.
Jika sudah seperti itu maka selayaknya nama Badan
Pusat Statistik akan berganti julukan menjadi Badan Pusat Simiskin dengan
sendirinya, dan seseorang pimpinan baik itu kepala badan pusat simiskin dan presiden
yang menjadi tempat pertanggung jawaban tidak akan mampu merubah image dan
citra buruk lembaga tersebut di kemudian harinya, jika sudah seperti ini
siapakah yang patut di persalahkan, presiden, kepala badan pusat simiskin atau
kita sebagai rakyat yang mengamati tentang angka-angka kemiskinan yang selalu
berlawanan arah dengan kenyataan.