31/12/2010

Patriotisme Garudaku

LOYALITAS VERSUS PATRIOTISME
Oleh : anunkaseppasundan
Lihatlah bagaimana ketika lautan manusia berpadu menjadi satu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, semua pandangan mata dan pikiran tertuju pada satu kekuatan manusia yang berjumlah 11 orang, seolah-olah mereka adalah para pemimpin yang di agungkan dan di puja, kekuatan yang ada pada mereka mampu menyatukan semua pola pikir manusia Indonesia untuk bersatu melupakan sejenak permasalahan yang terus menerus menjadi menu keseharian.

Kekuatan, Keyakinan, dan Kemampuan, mereka curahkan untuk sebuah persembahan yang terbaik bagi rakyat Indonesia, bak gayung bersambut, apa yang mereka perjuangkan mendapat aplus dari seluruh rakyat Indonesia, dari sabang sampai Merauke, dari Sambas sampai pulau Rote semua rakyat Indonesia yang di Timur dan di Barat, di Selatan dan di Utara bersorak sorai mendoakan dan berharap bahwa di pundak para pejuang pasukan garuda yang sedang berjuang di Final Piala AFF dapat mewujudkan impian rakyat, yaitu Indonesia bisa menjuarai Piala AFF 2010 yang di adakan 2 tahun sekali ini.

AFF atau Assean Federation Football adalah laga pertandingan sepak bola antara di kawasan Asia Tenggara, dan Indonesia adalah Negara dengan jumlah Pulau, Rakyat maupun Klub sepakbolanya adalah yang terbesar di antara Negara-negara ASEAN lainya, hal ini tentunya akan menambah kebanggan tersendiri jika Indonesia mampu menjadi juara di pentas piala AFF 2010 sekaligus yang pertama dalam sejarahnya.

Namun apa yang terjadi ketika waktu yang di impikan tersebut jauh dari yang di harapkan ternyata di luar dugaan, Indonesia di kalahkan dalam laga kandang Malyngsia dengan skor mutlak 3 - 0 untuk Indonesia, tentunya hal ini membawa pengaruh besar betapa rakyat seolah di buat bimbang apakah Indonesia mampu menjadi apa yang rakyat Indonesia impikan. Namun sebagian melihat dari kacamata jernih bahwa apa yang di perbuat para pejuang pasukan garuda sudah tentu jauh lebih bagus karena perjuangan pasukan garuda adalah perjuangan sejati dengan suatu perjuangan alami tanpa kecurangan, rakyat Indonesia memaklumi bahwa kekalahan di laga kandang Malyngsia di karenakan faktor utama adalah mental para pejuang garuda yang lemah dan konsentrasi yang membuyar, hal ini di akibatkan sinar laser oleh para suporter anjing-anjing Malyngsia.


Rakyat Indonesia tetap bangga kepada mereka (pasukan garuda), karena sportivitas dan penghormatan mereka akan tuan rumah Malyngsia sebagai penyelenggara pertama di final piala AFF ini. Kalaulah saja jiwa patriotisme para pejuang garuda benar2 berkorbar tentu mereka akan dengan hati menghentikan dan walk out dari lapang hijau tersebut. Tetapi sungguh bijaksana?? apa yang terjadi mereka memupuk dan menyimbapan jiwa patriotisme mereka untuk di kumpulkan dan balik menyerang Malyngsia di kandang Indonesia. Sungguh ini perjuangan mulia betapa pemikiran moderat ada pada para pejuang pasukan garuda. Dan pemikiran konsrvativ ada para pejuang Malyngsia yang dengan piciknya mereka bak anak kampungan menggunakan segala cara untuk memenangkan pertandingan tersebut walau harus dengan sebuah tanda “kecurangan” dan pengkhiantan terhadap ikrar piala AFF. Padahal menurutu anak kampungan saja tidaklah seperti itu, lalu darimanakah para pejuang malyngsia dan anjing2 supporternnya tersebut ?? jawabanya kalau bukan dari kampung mereka berasal dari hutan yang dengan primitifnya baru mengenal “laser” lalu dengan se enaknya menggunakan cara2 kotor di bawa kemedan arena semegah dan sehabat pertandingan pinal AFF untuk di pertontonkan bahwa dan seolah ingin mengatakan “ini lho kami punya laser, lihat jangkauanya jauh sekali sampe jauh mengenai pemain Indonsia” tapi mereka menyadari bahwa apa yang mereka perbuat membawa kerugian bagi mereka, yaitu di adanya sangsi dari presiden AFF bahwa Malyngsia tidak dapat menyelenggarakan pertandingan sepak bola selama kurun waktu 4 th. Hahahahahahaha..

Di laga kedua pertandingan di awali dengan sebuah nyanyian kedua Negara, di menit pertama Lagu kebangsaan Malyngsia di nyanyikan, namun apa yang terjadi?? Suaranya kecil bahkan nyaris tak terdengar sama sekali betapa kecil jiwa patriotisme supporter Malyngsia mereka tidak mampu menyanyikan lagu tersebut karena lemahnya dan takutnya mereka terhadap rakyat Indonesia,  tapi bayangkan ketika laga pertama di Malyngsia suporten Indonesia masih berani memukau tuan rumah Malyngsia dengan menggemanya nyanyia tersebut, dan lebih menggema lagi ketika nyanyian tersebut ada di Gelora Bung Karno tepatnya laga ke dua di finall AFF tgl 29 Desember 2010. betapa menggegarnya suara nyanyian Indonesia Raya yang di lantunkan supporter Indonesia yang hadir. Hal ini membuat haru sekaligus bangga bagi para pejuang garuda. Dan suporter Indonesia tentunya.

Walau kalah aggregat 2 - 4 tetapi di laga kandang kedua ini di Indonesia, Indonsia tetap manang hanya saja kalah tertinggal di laga pertama. Tak ada kecewa tak ada ragu bagi rakyat Indonesia untuk tetap mendukung pasukan garuda karena kemenangan sesungguhnya ada pada kita pasukan garuda dan supoter Indoanesia karena kita bermain dan menyaksikan dengan soprtivitas tinggi dan menjujung nilai2 yang di bawa AFF dalam laga pertandingan ini.

Tetap semangat pasukan garudaku esok masih ada hari untukmu berjuang.

"Kalah terhormat lebih baik dari pada menang dengan pengkhianatan”
Wahai garudaku tetap semangat dan yakinkan dirimu bahwa esok engkau akan menjadi juara, juara yang lebih dari juara.
Wahai garudaku dan para suporter, ingatlah bahwa kita lebih terhormat dari pada anjing2 Malyngsia yang berkhianat

# Bravo Indonesia aku tetap bangga padamu # 

04/11/2010

Pray For Indonesia

RENUNGAN SEMU 
Oleh : anunkaseppasundan 

Oh Tuhan!!!!
Apa dosa negeri ini, apa-apa ???' ………..
Begitu banyak musibah silih berganti, tak memandang siapa yang akan menjadi korban dan seolah menjadi tumbal dari tragedi demi tragedi ini. 20 nyawa hilang tenggelam sia-sia di kepulauan Bintan-Natuna, 5 nyawa lebih anggota dewan mati sia-sia terhempas ombak di kepulauan Bunaken. 100 lebih nyawa hilang sia-sia karena banjir di Tanah Wasior Papua, 100 lebih nyawa hilang sia-sia karena meletusnya Gunungnya Merapi menciptakan tangis dan duka dimana-mana, 100 lebih lagi nyawa hilang sia-sia karena Gempa dan Tsunami di Mentawai, Sumatera. 10 nyawa hilang sia-sia karena isu sara di Tarakan, Kalimantan antara suku Dayak, Madura dan Bugis. 2 nyawa lebih hilang sia-sia karena aksi demi aksi di Pengadilan Tinggi Jakarta akibat dari sengketa Kasus Blowfish, Tragedi penghinaan akan di tahanya presiden  oleh pengadilan Internasional di Denhag Belanda. Amblasnya beberapa jalan di kota Jakarta. Dan parahnya kemacetan kota Jakarta yang tak pernah berhenti sepanjang waktu, menciptakan rasa frustasi pada masyarakatnya, dan orang-orang gila-pun bertambah tampa di sengaja. Terbakarnya hutan di Sumatera menambah malu negeri ini di mata dunia karena mengekspor asap yang tak henti-hentinya, Tragedi Penghinaan yang terus berlangsung oleh Malnysia karena keraguan yang terus di pelihara. Dan banyak musibah di negeri ini yang masih samar-samar tak di ketahui rimbanya.
Oh Tuhan…
Mungkin aku termasuk bagian dari masyarakat negeri ini yang menangis dan bersedih, tentang apa yang sebenarnya terjadi. Beribu darah dan tangis mengalir di mana-mana seolah tak mau beranjak pergi untuk meninggalkan negeri ini. Jeritan melengking seorang anak kecil meronta-ronta memanggil ibunya yang telah tiada, dan di ujung tempat lain sahutan sang ibu memanggil anaknya cukup terdengar lirih karena lelah tiada berharap lagi,

Oh Tuhan…
Apakah darah dan air mata seolah teman setia yang harus singgah di negeri yang katanya Indah dan kaya seperti Indonesia ini???

Oh Tuhan…
Bukankah setiap tragedi adalah musibah dan setiap musibah adalah hikmah, lalu kapankan kita bisa melihat dan merasakan hikmah itu ada???,

Oh Tuhan…
Kami hanya berharap kepadamu, tentang bagaimana engkau tetapkan kami sebagai rakyat Indonesia untuk tetap bersabar dan menunggu sesuatu yang takjub darimu, bukankah engkau Maha Mendengar dan Melihat dan bahkan Maha Merasakan, tentang apa-apa yang di alami oleh setiap hambanya???

Oh Tuhan hari ini…..
Ketika satu peristiwa berhenti untuk menjadi topik dalam berita, maka topik lain datang untuk menyapa, lagi-lagi adalah kabar tragedi yang meminta tumbal nyawa lagi,

Oh Tuhan…
Ku tak tahu, apa yang akan ku katakan lagi?? karena satu peristiwa saja sudah cukup bosan buatku mendengarnya lagi, peristiwa demi peristiwa atau tragedi demi tragedi, seolah berkeinginan menjadi santapan pagi setiap hari, padahal bukankah Kau tahu selalu ada di sekeliling kami tentang cerita dan cita dari orang-orang yang meimikirkan dunia bahwa bagi mereka yang pandai berdusta :

“Bahwa waktu dan kesempatan yang ada adalah harta yang paling berharga. (Bukan sujud atau berdoa agar musibah itu tidak ada)”, ???

Oh Tuhan….
Jika memang Kau sapa kami dengan cobaan ini agar kami semakin mendekatkan diri kepada-Mu dan senantiasa mengingatmu, maka Biarkanlah mereka yang masih angkuh akang teguranmu untuk tetap membiarkan mereka Puas….Puas..Puas….Puas!!!!
Asyik dengan dunianya sendiri sampai ku relakan engkau menegurnya dengan satu salam “cobaan yang lebih dahsyat lagi”,…..
Karena satu salam “cobaan” saja yang berada di halaman sebelah seperti tak nampak membuat mereka sadar dan terketuk hati untuk menyadari tentang setiap tragedi ini bagaimana terjadi,

Oh Tuhan….
Kami tak pernah tahu maksud apa Tuhan memberi cobaan ini???
Yang kami tahu setiap cobaan yang kau beri,

“kami hanya bisa melihat apa yang sedang terjadi tanpa mau mengerti”.

Oh Tuhan…
Lewat tulisan ini ku sapa Engkau tentang bagaimanakah kami meminta kepada-Mu untuk tetap  diberi kesabaran kepada kami dan mohon hentikan semua cobaan ini

Oh Tuhan…
Lewat curahan ini akan kutitipkan salamu pada manusia-manusia  yang teramat alpa akan keberadaanmu bahwa seperti yang engkau firmankan dalam kitab sucimu

Bahwa Hidup Hanya Sekali

Oh Tuhan…
Terima kasih sampai detik ini kau beri aku dan sebagian rakyat Indonesia waktu, untuk menyematkan apa yang menjadi amanah darimu, bahwa hidup yang Engakau beri untuk di syukuri bukan di ingkari dengan kesibukan dosa-dosa duniawi!!!

Oh Tuhan…
Biarkanlah  yang bersujud tetap bersujud kepadamu, dan yang berlari tetap berlari.
Tetapi biarkanlah yang diam untuk tetap diam, agar yang berlari mau mengertii..


By : daripenulisuntukberbagi...

15/10/2010

Bangsat Demokrasi


BANGSAT DEMOKRASI
Oleh : anunkaseppasundan
Aku berdiri menyaksikan wajah-wajah garang menghiasi kursi-kursi dewan atau kekuasanan lainya, garang bukan dalam arti sesungguhnya, garang disini lebih bersifat wajah garang yang dalam artian bahwa mereka sangat berambisi dan haus untuk selalu duduk di atas kursi empuk, memang siapapun yang sudah terlena akan nikmatnya menjadi seorang penguasa paling tidak ke alfaan itu ada, apalagi jika yang terpilih adalah orang-orang pintar dalam hal tender proyek bukan sesuatu yang mustahil jika tanda tangan untuk sebuah bukti pun tak masalah yang penting amplop sudah di tangan.

Ketika satu masa kekuasaan jatuh pada satu manusia yang lebih mementingkan selembar amplop ketimbang sebuah amanah di ujung jari, maka yang terjadi adalah perampokan akan kepercayaan dan maling-maling demokrasi siap berkhianat terhadap konstitusi yang sudah menjadi tempat berteduh bagi rakyat, demokrasi memang mempersilahkan siapapun untuk bisa duduk di atas kekuasaan,  tetapi ketika demokrasi itu salah memilih penguasa maka yang terjadi adalah hilangnya kepercayaan yang di awali dengan sebuah peraturan yang memetingkan pribadi ketimbang kepentingan hajat hidup orang banyak.


Kekuasaan yang di salah gunakan lambat laun akan membunuh kewajaran, peraturan-peraturan akan di buat sedemikian rupa demi sebuah kalimat tentang “kelanggeungan” dan hajat hidup orang banyak bukan lagi sebuah prioritas untuk di nomor satukan tetapi yang terjadi adalah bahwa kepentingan pribadi adalah dewa terhebat yang membahagiakan diri sendiri dan golongannya. Banyak sudah sejarah kelam dalam republik ini ketika satu pemimpin menjadi seorang diktator maka kepentingan pribadi menjadi sebuah primadona yang tak boleh di lewatkan, dan dalam kasus seperrti ini Negara seolah memelihara bangsat demokrasi atas nama kepemimpinan walaupun yang sedang memimpin adalah tikus tengik yang menggerogoti kepercayaan rakyat, memang demokrasi adalah pilihan terbaik ketimbang sebuah monarki, tetapi ketika rakyat tidak jeli memilih seorang calon pemimpin darimana  dan bagaimana waktaknya, bersiaplah bahwa peluang untuk mendapatan seorang bangsat demokrasi sangat terbuka lebar, demokrasi bukan memilih kucing dalam karung demokrasi adalah penyampai amanah dari rakyat yang berharap akan adanya sebuah perubahan bukan sebuah kemelaratan.

Demokrasi bukan tempat mencari garong kekusasan, demokrasi bukan tempat untuk mencari orang-orang bejad yang akan duduk di kursi kekuasan, dan dalam sejarahnya demokrasi sedikitpun tidak mempersilahkan maling-maling pengambil kepercayaan rakyat untuk duduk berleha-leha ketika rakyat yang di bawah menderita, tetapi demokrasi menempatkan dan mecari orang-orang yang mau dan rela berkorban untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat banyak bukan golongan atau individu yang menjadi kepantasanya!!!


By : daripenulisuntukberbagi...

13/10/2010

Cecunguk Urban & Urbanisasi

KAUM URBAN DAN CECUNGUK KOTA
Oleh : anunkaseppasundan

Aku pernah datang ke kota ini lebih dari 20 tahun yang lalu, namun aku baru merasakan bahwa aku bisa tinggal hinggá beberapa waktu lama setelah 2 tahun ini. Bagiku Jakarta adalah garda terdepan dari bangsa ini untuk menampilkan diri di mata dunia bahwa indonesia punya kebanggan akan Ibukotanya. 

Jakarta adalah magnet terkuat yang menarik lebih dari sejuta mata untuk datang dan berharap akan sesuatu yang lebih baik. Jakarta seperti kota fenomena yang meng-sugesti setiap mata untuk turut serta hadir di dalamnya, Jakarta adalah ibarat emas yang menggunung yang menjajikan kekayaan dan sarat akan kekuasan, Jakarta adalah umpan terhebat bagi kaum urban yang berambisi meraih mimpi, Jakarta menjadi pemicu dari sekian puluh juta pasang mata untuk membuat sebuah rekayasa akan urbanisasi yang tidak di kehedanki. Dan semakin banyaknya dan tak terkedalinya akan urbanisasi ini menjadi corong gelembung bumerang akan reputasi sang gubernur untuk menata dan mengelola.

Namun semakin aku merasakan dimana aku tinggal, kenyaman dan kebangganku terhadap Ibukota semakin menipis walau kusadari bahwa sesungguhya aku bukanlah pednduduk asli atau bahkan lahir di Ibukota ini. Hilangnya kenyamanan akan kebangganku terhadap Jakarta dan setatusku sebagai kaum urban seolah kian menipiskan rasa semangatku untuk bisa merasakan sebagai perantau sejati seolah hilang tanpa kesan.

Kerakusan, ketamakan, dan kecokakan yang selama ini ada di benak para kaum borjuis yang mengekploitasi Jakarta, kini berbalik menjadi sebuah dilema yang tak berkesudahan, keindahan yang di gemborkan lewat pembangunan mall – mall besar, hotel – hotel berbintang dan gedung – gedung pencakar langit, dan pembangunan hutan kecil yang tak se-alami ternyata tak cukup menghilagkan panas dan berasapnya kota Jakarta, keadaan yang di buat sedemikian rupa hanya untuk mengejarkan keuntungan sesaat lewat pembangunan yang terus berlangsung tanpa memperhatikan kebutuhan bumi Jakarta itu sendiri akhirnya menjadi sebuah keniscayaan bahwa malapetaka akan kerusakan alam itu semakin nyata terasa, bajir, gempa, dan maraknya pendirian rumah – rumah kumuh, eksploitasi kemiskinan yang di tampilkan di jalanan semakin banyak, dan amblasnya beberapa daerah di sebagian Jakarta akibat erosi dan abrasi, hilangnya lahan resapan, dan karena kurangnya pengolaan sanitasi dan kurangnya perhatian akan keadaan air dan lingkungn di Jakarta semakin memperparah kedaan ini, tentunya keadaan ini menjadi rasa panik yang berlebihan bagi mereka kaum borjuis yang punya segudang kemewahan mall – mall besar, hotel berbintang dan gedung pencakar langit menjulang tinggi, dan kepanikan juga menyerang mereka para aparat birokrat seolah ketakutakan akan adanya kesan ketidak becusan dalam menjalankan dan megolala Jakarta semakin nampak.

Mata silih berganti memandangan gedung pencakar langit yang sulit didapatkan dari tempatnya berasal, dan hilir mudik kaum urban tak henti – henti membawa kisah antara manis dan pahit, cerita sukses beberapa pasang mata seolah menjadi pemicu kenapa mata yang lain ingin melirik untuk menyambangi, dan cerita pilu akan kerasnya kehidupan kota Jakarta menjadi anggapan seperti asap yang akan hilang dan berlalu. Padahal sesunggunya banyak kisah lebih pilu dan mengerikan dimana bisa saja yang kaya menjadi seorang pembunuh berdarah dingin ketika kemewahan yang dimikinya hilang dengan sekejap, karena di Jakarta ini banyak penjudi yang menggadaikan harga diri untuk mimpi yang belum pasti. dan di Ibukota ini menjadikan hal yang tak mungkin menjadi mungkin adalah hal yang lumrah, bagaimana tidak seorang gelandangan bisa menjadi seorang konglomerat jika ia mampu bertahan dan berusaha meraih mimpinya dengan kesabaran dan keuletan dalam bekerja, tinggal dimana posisi simiskin ini berusaha dan memilih apakah di jalan yang halal ataukah haram.

Aku sendiri memandangan bahwa Jakarta adalah etalase utama penyampai tentang bagaimana Indonesia di mata dunia, jika kesemrautan lebih besar maka tak lebih ia seperti kaca pecah yang tak terurus dan tikus kecoa seperti mall – mall, hotel berbintang dan gedung – gedung pencakar langit tinggi menjulang yang tak memperhatikan tata letak menjadi kotoran dalam keindahan sesaat, jika keadaan seperti ini terus dipelihara akan menjadi duri dalam daging dan cukup malukah dan  miriskah kita melihat bagaimana ketika mata dari negeri lain seolah sungkan untuk berinvestasi dan membeli, ”pikiran mereka jangankan ingin mampir, untuk melewati saja rasa – rasanya sungkan”. 

Jakarta akan menjadi kota yang percuma menjadi Ibukota saat keadaan yang semraut dan kemacetan merajalela dibiarkan tanpa ada solusi yang terbaik. Dan kesenjangan yang menguasai akan menjadi pamantik yang meledakan jumlah angka antara kehidupan simiskin dan sikaya. Dan budaya krinminalitas akan menjadi kultur yang tertecipta tanpa kesengajaan.

Bukan salah Jakarta sesunggunya tetapi kesalahan yang sesungguhnya adalah mata di dalamnya yang mengurus dan mengelola, Jakarta tetaplah indah baik dari nama dan ke Ibukotaannya, yang buruk adalah mata yang mengurus dan tak becus sehingga membuat kesan bahwa Jakarta adalah kota indah di atas kesemrautan yang menggila.  Mata – mata dari kaum urban akan terus berlangsung selama mata di dalamnya yang mengurus Jakarta tidak memberikan rekomendasi bagaimana dan dimana seharusnya para investor itu menanamakan modalnya, ke rakusan di benak para mata di dalamnya akan stigma bahwa Jakarta harus menjadi kota segala – galanya menjadi biang dimana adanya kaum urban itu terus bertambah. Jika sudah seperti itu siapakah yang salah kaum urban ataukah mata pengelola Jakarta?”” heum....


By : daripenulisuntukberbagi...

Manusia Linglung

JALAN BERLIKU UNTUK PRESIDENKU
Oleh : anunkaseppasundan

Diantara jalan yang panjang membentang, Indonesia sedang melewati sebuah jalan teramat berliku, dan terlihat bombastis saat satu isu melangkah menjadi seribu masalah yang kian mendera. Seperti gerimis yang tetes demi tetes, problematika dan corat marutnya tata pengelolaan masalah semakin menambah daftar panjang begitu negeri ini teramat sukar untuk di katakan sebagai negeri adem ayeum.

Keterpurukan negeri ini semakin nyata saat sang pemimpin tak lagi mempunyai hak legitimasi terhadap kewibawaannya, penghinaan, pengejekan, pe “ngeyelan” dari negeri sebrang di ujung sana, seolah hanya di anggap hal kecil yang tiada berarti. Sadar atau tidak sebenarnya bagi kami rakyat kecil hal seperti itu adalah perusakan kedaulatan akan kewibawaan pemimpin bangsa. Dan perusakan kedaulatan akan harga diri bangsa. Dimana rakyat tidak menginginkan pemimpinnya menjadi subjek perumpamaan dari hal yang konyol dan terkesan rendah. Namun tetap saja rasa tak peduli itu muncul dari diri sang pemimpin untuk menanggapi dengan keras hinaan dan plecehan tersebut, jika sudah seperti  ini. sesunggunya ke angkuhan dan kesombongan tersebut bukanlah milik Negeri yang di seberang sana tetapi milik sang pemimpin kita yang tak peduli dan tak mau mendengarkan akan emosi rakyatnya karena melihat dia, "pempimpinnya dan kedaulatan negaranya "menjadi objek cacian dan hinaan. 

Akhirnya anggapan akan kesimpulan terhadap sang pemimpin itupun muncul seperti aku dan sebagian rakyat lainya mengatakan “bagaimana mau peduli terhadap teriakan rakyatnya jika dalam dirinya saja di hina, ia acuh tak acuh untuk menanggapi”.

Jalan memang masih panjang, dan Indonesia butuh proses adaftasi akan kewibawaan bagaimana  Negara ini bisa lebih di hormati dan di segani di dataran Asia Tenggara atau bahkan level Internasional akan segala sistem dan kepemimpinannya. Namun jika di tengah perjalan setiap hinaan dan ejekan itu dianggap hal yang basi bukan tidak mungkin Negara kita akan tertahan dan terombang-ambing dalam kebingungan untuk menanggapi, karena tidak adanya ketegasan dari sang pemimpin untuk menyelesaikan hinaan tersebut, dan bukan tidak mungkin lagi jika kelembekan dan rasa ragu dan rasa seolah kita bergantung akan Negara penghina tersebut bisa menjadi batu sandungan untuk membangun kredibilitas dan kewibawaan, dan tentunya setiap plecehan akan terus berulang dan berulang. Karenanya jangankan untuk berperang menggertak saja sudah tidak berani, maka tak heran jika Negeri seberang di ujung sana ibarat anak kecil yang tak mengerti dan dengan kengeyelanya akan terus berulah.

Setiap kali berpidato dengan kegagahanya dan tuturkatanya yang teratur. Dan dengan kewibawaanya di mata para bawahnya ia sesekali menguraikan pentingnya menjaga sebuah eksistensi keutuhan NKRI. Dan NKRI adalah harga mati. Pertanyaanya, bagaimana mungkin kita bisa menjaga keutuhan akan kedaulatan jika di dalam diri sang pemimpin saja tak bisa melawan akan hinaan dan ejekn tersebut. Bila keadaan seperti ini terus di pelihara maka tak ubahnya persidangan demi persidangan, dan pidato demi pidato seperti ini adalah ritual pamer kewibawaan.


Ketika satu satu isu menjadi sesuatu yang ramai di perbicangkan, dan ketika isu itu pula membuat gerah para pemimpin yang cenderum ragu dan banyak pertimbangan, maka jawabanya adalah meredam, agar gejolak yang ada di harapkan tidak mengusik lagi, jawaban untuk meredam bukanlah sebuah gertakan tetapi dengan menonjolkan sebuah simbol kenegaraan yang berbau kemiliteran, walaupun sesunggunya bahwa antara tempat yang dipilih dengan isu yang akan di jawab sungguh berbeda jauh dan jauh dari yang di harapkan. ke adaan seperti ini tak lain adalah cara berpikir yang membingungkan, kalau sekiranya momentum untuk menjawab sebuah isu yang krusial namun hanya sebatas pidato yang datar-datar saja alias normatif lebih baik berpidatolah di rumah bukan di barak militer yang konotasinya terkesan menggelorakan perang.


(Editan belum sempurna)

30/09/2010

Bendera 1/2 Tiang

“CELOTEH, CANDA ATAU KESERIUSANKU"
Oleh : anunkaseppasundan


Hari ini ku gantungkan sepatu sebagai pertanda bahwa aku sedang berduka, tanpa ku pasangkan sebuah bendera di halaman depan rumahku karena memang di rumahku tak ada tiang untuk memasangkannya, maka sepatu bagiku adalah pengganti sementara dari rasa dukaku, tak ada maksud untuk menyamakan antara sepatu yang kugatung dengan sebuah bendera apalagi itu sebuah bendera yang menjadi lambang dari negaraku. Aku menggantukan sepatuku yang sudah bau terasi dan kusam itu karena merasa bahwa saat itu cuku pantas untuk menggambarkan betapa dukanya hatiku hari ini melihat boom dimana-mana, bukan boom buatan teroris yang terkordinir dan terencana boom ini jauh lebih bahaya dari boom yang biasanya, boom ini dimiliki oleh hampir seluruh penduduk negeri ini. Dan aku melambangkan kedukaanku dengan menggantungkan sepatu sebagai tanda atas keprihatinanku akan tulinya para penguasa di negeri ini.

Banyak yang berasumsi dan berpikir bahwa ini adalah ledakan terakhir karena dari tv banyak komentar dari para penyebar boom bahwa semua akan di usahakan untuk tak terjadi lagi, heheheee aku sich senyum-senyum saja mendengar dan melihat tayangan di tv tadi, bagiku kejadian hari ini adalah rentetan yang akan berkelanjutan, ‘bagaimana mungkin aku bisa sampai berpikir seperti itu kalau bukan tanpa alasan?”” heum…..

Sebenarnhya kejadian hari ini adalah kejadian basi bagiku, semenjak berita tentang ada seorang ibu yang mengantarkan anaknya ke istana untuk meminta pertanggung jawaban dari pemimpin, nach lho kenapa?”” sumber dari media menyebutkan bahwa seorang ibu kesal karena anak semata wayangnya adalah korban dari kebijakan penguasa yang terlalu memaksakan kehendaknya tanpa memikirkan dampak dan melihat sejauh mana masyarakat kita pintar untuk bisa cepat memahami program dan penggunaan benda yang kusebut sebagai boom itu, hah” sekali lagi kita harus berduka karena setelah kejadian anak yang terkena ledakan tersebut di lain waktu ada lagi yang menjadi korban, selang beberapa hari ternyata dugaanku benar” betul saja sebuah harian Koran nasional memberitakan bahwa satu rumah dan hamper saja satu keluarga tewas tertimpa atap rumah di beritakan para korban luka hamper tertimpa bangunan yang roboh karena adanya ledakan dari sebuah kompor yang katanya lebih canggih dari minyak tanah” oya”,… emang sich canggih tinggal di putar langsung nyala selain itu ga terlalu ribeut karena cukup praktis, itu sich katanya?” yach aku lihat juga bentuknya cukup imut dan lucu, para pembuat kebijakn bilang beratnya katanya hanya 3kg, tapi  ketika aku angkat sepertinya banyak kurangnya, Hah! aku berfikir bahwa Penguasa sudah menjadi anggota dalam dunia kebohongan. 


Aku bisa saja menggatungkan bendera setengah tiang bahkan setengahnya bisa lebih tinggi dari bukan bendera setengah tiang bila yang keduakaanku adalah tentang meninggalnya beribu rakyat korban ledakan boom si imut 3kg. dan aku lebih merasa berduka saat kulihat rakyat yang menjadi korban dari kebijakan yang di paksakan, daripada harus berduka pada penguasa yang meninggal dunia tetapi tak pernah memikirkan keluhan rakyat saat dimana ia mempimpin dengan ke sombongannya memelihara sifat acuh. Dan kejadian hari akhir-akhir ini sama persisnyha dengan pemimpin yang sudah mati isi hatinya, bahkan berkali-kali demo dimana-mana meminta program kebijakan konversi ini untuk di hentikan, tetapi kegelapan yang menyelimuti para penguasa ini telah menutup atas segala fakta yang terjadi di lapangan heum…

Yach namanya juga anjing menggonggong kafilah berlalu kebijakan ya kebijakan korban ya korban, buat penguasa semua bisa di atur tinggal di beritakan saja “bahwa semua sudah untuk mengurangi subsidi” beres dech urusan, yang pentingkan tenang untuk sementara waktu dari pada pusing menanggapi rakyat yang terus mengeluh, (kilah peguasa)””. Duka dan tangis dimana rakyat jadi korban dan meninggal sia-sia karena ulah konversi yang di paksakan, belum beres satu berita sudah ada lagi berita di radio terjadi ledakan dan korban 1 orang meninggal akibat si bentuk imut 3kg. “ya Tuhan”… sampai kapankah akan terus berulang, rasa-rasanya makin gerah saja badan ini mendenngar berita dimana-mana tentang korban ledakan, lebih gerah dan membuat  aku panas adalah  yang membuat kebijakan cuma bisa ngomong dan menyalahkan “tolong bawahan di realisasikan lagi cara penggunaannya”, dan si pembuat tabung imut 3kg juga sama sekali hilang muka alias dalam artian hilang malu.

Ketika satu peristiwa terjadi untuk kesekian kalinya,  maka rencana untuk beriklan tentang sebuah realisasipun mulai di lakukan lagi dan kampanye bahwa semua harus sesuai prosedur pemasangan ramai menghiasi sarapan pagi dalam sebuah berita, dan ketika berita ledakan itu redup sekonyong-konyong redup pula pemberitaan tentang iklan realisasi, begitulah cerita klise di negeri ini yang ramai ketika ramai dan sepi ketika sepi. Aku berduka untuk rakyat yang menjadi korban dan aku berduka akan tulinya pembuat kebijakan.

Para pembuat kebijakan hanya bisa berbasa-basi, mereka tak pernah merasakan bagaimana rakyat selalu khawatir ketika harus menyalakan si imut 3kg, makanya bagaimana akan sensitif terhadap keluhan rakyat kalau yang terjadi adalah bahwa para penguasa tak pernah belajar untuk mersakan was-wasnya menyalakan api dari si imut 3kg.
Hehehee…


By : daripenulisuntukberbagi...

Ujung Timur

SEBUAH HARAPAN DARI GENERASI LAIN
Oleh : anunkaseppasundan


Kudambakkan seorang presiden dari ujung timur Indonesia yang adil lagi bijaksana, yang sabar lagi di hormati,  memang rupa bukan wujud dari sebuah penjamin akan sesuatu yang lebih baik, namun aku sangat berharap di hari ini dan yang akan datang nanti akan ada datangnya seorang pemimpin yang berani dan tegas untuk menegakkan panji kedaulatan Indonesia, terlebih dari ufuk timur  Papua. Memang harus di akui terasa mungkin tak mungkin namun bolehkan aku bermimpi tentang sesuatu yang jauh lebih baik untuk membuktikan bahwa Indonesia bukan milik satu suku, untuk membuktikan bahwa Indonesia bukan milik satu mayoritas, untuk membuktikan bahwa Indonesia bukan milik satu pulau.

Papua bukan sebuah wilayah yang ambisius untuk merebut  sebuah tampuk kepemimpinan nasional namun aku percaya bahwa dari sekian banyak rakyat Papua dan dari sekian generasi muda Papua dan daerah lainya sebenarnya ada jiwa patriotisme Indonesia yang ingin sekali untuk ikut andil menjadi bagian dari tokoh bangsa yang bisa membawa negeri ini jauh lebih baik dari yang sekarang. Tetapi kesempatan itu seolah tidak pernah ada saat mereka melihat yang berkelakar dan berretorika adalah dominasi dari muka-muka lama.

Semenjak Papua terbebas dari penjajahan dan merasakan kebebasan dari tahun 1969 sampai sekarang, kita tidak melihat bagaimana rakyat Papua bangga akan dirinya sebagai bagian dari Indonesia, karena keinginan untuk memupuk mimpi bersama membangun negeri ini selalu kandas di tengah jalan saat yang mereka lihat lagi-lagi bukan dari golongan mereka atau bahkan pemimpin dari Indonesia timur lainnya. Indonesia memang Negara muslim terbesar namun aku percaya bahwa Indonesia bukan sepenuhnya milik satu mayoritas, untuk mewujudkan negeri menjadi negeri maju dan super powwer kita harus sepakat tidak ada di alasan dikotomi harus a atau b atau bahkan c , harus agama a, suku b atau bahkan golongan  c. dan aku lebih percaya bahwa warga Indonesia yang mayoritas muslim ini sangat terbuka akan datangnya calon pemimpin dari Papua dan daerah lainnya tanpa melihat bagaimana latar belakangnya.

Kemajuan, Kesuksesan, Kesejahteraan, Kebijaksanaan dalam meimpin negeri ini, tidak tidak di ukur dari mana ia berasal dan dari golongan mana, tetapi yang menjadi ukuran adalah bagaimana seorang calon pemimpin mengelola dan menata negeri ini menjadi lebih baik, bertanggung jawab dan sepenuhnya karena niat untuk membawa semua keinginan rakyat Indonesia menjadi bangsa yang besar dan berdaulat dalam segala hal kehidupan.

Opini ini tak sepenuhnya berkeinginan hanya memberi ruang bagi provinsi paling timur Indonesia, tetapi opini lebih di dasarkan pada alasan persamaan akan hak setiap warga Negara Indonesia bahwa mereka dan semua rakyat di pulau lainnya juga berhak bisa ikut andil membangun negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke dari Sambas sampai pulau Rote, semua yang di sana ataupun disini punya harapan dan kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin negeri ini, ayo Indonesia buktikan Merah darah dalam warna bendera-mu bahwa semangat untuk berjuang bersama lebih besar ketimbang perbedaan, ayo Indonesia bahwa semangat Putih warna dalam bendera-mu bahwa persaudaraan lebih besar daripada permusuhan.

Papua doaku untuk kalian, bahwa kalian bisa untuk menjadikan anak-anak dan generasi muda disana dan  seperti daerah lainya untuk bersama-sama membangun Indonesia menjadi lebih baik. Bukan sebatas mimpi jadi Presiden atau Menteri, bukan sebatas menjadi Gubernur atau Bupati bahkan Walikota, tetapi lebih dari itu bahwa kalian bisa menjadi pemimpin dunia atas nama bangsa bahwa kalian bisa berkarya untuk Indonesia.


By : daripenulisuntukberbagi...

31/08/2010

Diplomasi Tempe

DIPLOMASI TEMPE ALA INDONESIA
Oleh : anunkaseppasundan
Aku percaya Indonesia bukan Negara cengeng, Indonesia bukan Negara peragu, Indonesia bukan Negara pesimistis, Indonesia bukan Negara yang diam ketika di gertak yang diam ketika di labrak, Indonesia bukan Negara yang selamanya mengedepankan azas diplomasi ketika musuh di depan sudah dekat menghadang, Indonesia bukan Negara yang tetap merengek mengajak ngobrol Malyngsia karena takut dan tak percaya diri, Indonesia bukan Negara dilema, karena punya masalah dengan warganya yang tinggal di Negara Malyngsia, Indonesia bukan Negara pengalah karena di akui sebagai saudara Tua, Indoensia bukan Negara kendor di urat saraf ketika kata “serumpun” mucul tiba-tiba, Indonesia bukan Negara pecundang ketika satu satu warganya meradang meinta pertolongan karena ulah si Malysngsia yang menahannya. Indonesia bukan Negara Pengecut ketika satu dari beberapa pelecehan harus terus di protes dengan tinta hitam di atas putih. Dan aku lebih percaya bahwa Indonesia bukan bangsa bermental tempe dan sayur asam, Ayo Indonesia, ayo Presiden, ayo Menlu RI ayo Rakyat Indonesia “Katakan Dengan Indah” dan “Luar Biasa” dengan tegas Bahwa kita “Ganyang Malyngsia/Malaysia, dan katakan dengan lebih semangat dan lugas ” Salam Super”  KONFRONTASI!!!

Haruskah kita menunggu untuk berharap adanya superior calon pemimpin indonseia setelah eranya Soekarno, dan berharap bahwa di indonesia akan lahir  dan yang akan datang segagah dan seberani Fuchler Hitler ahli propagandaris Jerman Nazi, yang bisa menbawa semangat Patriotik yang sempit, ataukah kita harus mengundang khusus Hitler (jika masih ada) untuk berpidato masalah-masalah lainya semisal Ambalat, lihatlah dalam pidato ini Hitler begitu semangat menggelorakan perlawanan dan dukungan terhadap Indonesia.




Ternyata Menluku tak segagah seperti sang patriotik Menlu Subandrio di tahun 1963 dengan melakukan konfrontasi, ternyata Presiden-ku tidak setegas, segagah dan sewibawa seperti  seperti Soekarno dengan menggelorakan ganyang Malyngsia/Malaysia, terlalu letih dan capek lagi-lagi dan lagi kita di remehkan oleh si tetangga usil dan tak tahu tatakrama, rakyat di bawah sudah geram dengan tindakan Malyngsia/Malaysia ini, jangan kau buat tambah geram dengan hanya berkutat di diplomasi saja, kita sudah cukup memanjakan Malysngsia/Malaysia akan tindakan kita dengan terus membiarkan member kesabaran dengan berbagai persoalan pelecehan yang terus menerus di tujukan Malyngsia kepada Indonesia terus terjadi dan berkelanjutan, jangan hanya dengan memberi surat protes dan teguran saja, jadilah wahai Menlu dan Presiden seorang patriotik dengan memberi sebuah pelajaran berharga kepada si Malyngsia/Malaysia, ayo teriakan dan propagandakan kembali konfrontasi Ganyang Malyngsia/Malaysia.


Jangan menafsirkan bahwa pelcehan Malyngsia/Malaysia tidak akan terulang lagi??, semua akan teres terulang wahai Presdien dan Menlu???, bila dalam waktu kapanpun kita belum bisa memberi pelajaran yang tegas dan berharga bagi Malyngsia/Malaysia, jangan ragu untuk menarik TKI, jangan ragu untuk mengusir dubes Malyngsia/Malaysia, jangan ragu untuk menembak dan manangkap setiap kapal yang masuk ketanah perairan kita Indoneia, kalaulah masih ragu untuk apa kau banggakan deretan pulau pada peta yang tergambar, bahwa bangsa ini adalah bangsa besar,.jangan kau buat  kami berkecil hati, ketika kami berkutat dengan buku sekolah : “bahwa Indonesia adalah negara nusantara terluas , Negara terkaya, Negara dengan batas zona ekonomi ekslusif terpanjang di asia tenggara, negara dengan kekayaan alam, negara dengan jumlah populasi muslim dan berpenduduk terbesar di dunia, bila yang terjadi adalah adanya pelecehan dari Malyngsia/Malaysia kita hanya DIAM, DIAM, DIAM, DAN DIAM, dengan sikap dan tindakan kita yang setengah hati karena pertimbangan disana sini.
Wahai Presiden dan Menluku untuk apa kau buat peta besar nan gagah tepampang bahwa di antara wilayah asean Indonesia adalah Negara nusantara terluas, kalaulah pada kenyataannya ketika ada sebuah sengketa tentang batas wilayah dan pencurian 2 pulau, kita hanya kalah dan hanya bisa berkutat dengan diplomasi tanpa arti, kami menjadi ragu apakah benar peta tersebut mendapat pengakuan Internasional, karena kenyataanya pemerintah dan pengelola negeri ini hanya diam bak anak cengeng yang cuma merengek meminta dan mengemis kepada si penginjak harga diri bangsa seperti Malyngsia/Malaysia untuk tidak mengulang lagi,
Ingetlah kita sudah jauh berpengalam berperang dengan belanda yang posisinya jauh dari keadaan si Malyngsia, kita sudah pernah berperang dengan raja asia Jepang, kenyataanya kita mampu untuk melawan bahkan mengusirnya, kenapa dengan Malyngsia/Malaysia kita hanya bisa bediplomasi, diploma, diplomasi, dan diplomasi, Hah!!! Kita bayangkan potensi apa yang dimiliki si Malyngsia/Malaysia, Negara boneka dengan system persekutuan, Negara yang jauh dari level sekelas Jepang bahkan Belanda, kenapa kita takut dengan Negara penjiplak, pencuri, dan tidak beretika ini. Lihatlah wahai teman rakyat Indonesia berapa jumlah kasus pelecehan Malyngsia/Malaysia kejadian dia bawah ini hanya sekian masalah yang terpublikasi, lebih parah dan edan ada TKI kita yang di tusuk dan di tendang dalam keadaan tidak berdaya, ketika di intograsi oleh polisi di raja Malyngsia/Malaysia.lihat video di bawah ini.

Beberapa kasus lain yang aku pantau dan ku catat
NO.
TAHUN
BULAN
KASUS
1.      
2002
Desember
Pengakuan secara sepihak atas nama 2 pulau “sipadan dan ligitan”
2.      
2007
Oktober

Malaysia menggunakan lagu rasa sayange dalam iklan promosi Malaysia
3.      
2008

Agustus
Wasit karate asal Indonesia Donald Pieter Luther Kolpita di aniaya oleh polisi Malaysia
4.      
2008
Oktober

Malaysia sering melanggar perairan milik Indonesia di Ambalat
5.      
2009

Juni
Kontroversi model Manohara Odelia Pinot 17 th. Yang mengaku di aniaya Pangeran Tengku Moh Fakhry dari Malaysia
6.      
2009
Juni

Indonesai menghentikan sementara pengiriman TKI samapai Malaysia menyepakati syarat perlindungan pekrja
7.      

2009

Agustus
Muncul rentetan klaim Malaysia terhadap Batik , Reog dan juga Tari Pendet hingga menuai protes keras di idnonesia
8.      
2009
Agustus
muncul tudingan bahwa lagu kebangsaan “Malaysia Negaraku” adalah jiplakan dari lagu asal Indonesia “Terang Boelan”
Jejak langkah Indonesia di kancah dunia sudah di akui dunia, bahkan Indonesia menjadi negara yang pertama di asia tenggara yang mendapat kehormatan sebagai anggota G20, sebuah kelompok yang memposisikan sebagai negara maju dan berkembang, dan Indonesia pernah menjadi ketua dari  Dewan Keamanan tidak tetap PBB periode 2007-2008, Indonesia menjadi negara ke 1 muslim terbesar dunia, Indonesia menjadi negara terbesar ke 4 di dunia dalam keriteria tingkat populasi, Indonesia di isukan sebagai tampatnya pulau atlantik dunia, sebuah era kerajaan manusia terbesar pada abadnya, Indonesia mempunyai presentasi tingkat pendidikan warganya yang tinggi di antara negara-neagra asean lainnya, dan indonesia menjadi negara dengan tingkat prestisius dalam hal kejuaraan olympiade fisika/robot dan bidang pendidikan lainnya. 
Apa yang kurang di negeri ini, tentulah dengan segudang prestasi tersebut Malyngsia/Malaysia akan merasa rendah diri, jadi tak ada alasan untuk kita, untuk tidak percaya diri untuk menggertak dan bersikap antipati terhadap kelembutan yang di berikan Malyngsia/Malaysia di saat sebuah kisruh tentang pengakuan terhadap berbagai hal yang menjadi hak Indonesia. Kita tidak bisa mentolelir ats sikap ngeyel Malyngsia/Malaysia. Kita tidak bisa bersikap lunak lagi atas nama serumpun atas nama persaudaraan, siapapun, negara/bagsa manapun akan tetap lebih professional bersikap tegas, sebatas mana sifat persaudaraan dan serumpun itu ada ukuran dan nilai batas, bila yang terjadi adalah ketidak mengertiaan akan hak kedaulatan terhadap negara yang di akuinya sebagai negara seumpun.