26/05/2010

Demokrasi Apatis

Demokrasi yang Apatis
Indonesia adalah sebuah Negara majemuk yang mempunyai jumlah penduduk ke 4 terbesar di dunia dengan berbagai suku dan latar belakang agama, dan Indonesia adalah penganut jalan kehidupan demokrasi pasca era reformasi.

Indonesia bukahlah Negara yang pertama menganut sistem demokrasi karena jauh sebelum itu, negara-negara di kawasan Benua lainya seperti Amerika, Eropa, Afrika dan Asia lainya sudah terlebih dahulu menggunakan kekuatan hukum demokrasi sebagai hal yang mutlak dan absolute untuk menetapkan dan menampilkan sebuah identitas baru menuju kehidupan baru.

Demokrasi adalah penjernih keadaan dari hal yang buntu menjadi berujung, ia pengantar hati nurani rakyat yang tersampaikan lewat sebuah pendapat atau gagasan, sugesti yang di tawarkan cukup mempresentasikan keadaan jiwa dari setiap manusia yang sesungguhnya, ia ibarat oase di padang pasir yang membuat decak kagum mata di antara para penyanggah.

Ketika rezim berkuasa dengan otoritarianya, demokrasi muncul sebagai jawaban menuju kebebasan, rezim tidak akan tenang sebelum api Demokrasi berhenti berkobar karena rezim yang absolutis adalah penganut hukum tunggal, yang ingin mengatur dalam segala aspek kehidupan individu. Dari hal yang irasional sampai hal yang rasional, seorang rezim menggunakan nalar berfikir yang di iringi sifat ambisius tanpa menjadikan pengantar isi hati nurani sebagai tumpuan untuk bersandar dalam keadilan, mengesampingkan segala perasaan dan mengedepankan nafsunya.

Indonesia ibarat sebuah anak kecil dari pasca kelahirannya tahun 1999 menuju dunia berkehidupan yang menganut sistem Demokrasi sebagai “Ibu” dari kepatutan untuk membuat segala bentuk keputusan yang menyangkut kengaraan, rakyat di beri kebebasan untuk memilih langsung dari tingkatan Yudikatif, Eksekutif dan Legislatif, bahkan rakyat Indonesia di beri kepatutan untuk memilih para senator (Dewan Perwakilah) yang di inginkanya, dari tingkatan desa sampai setingkat Gubernur semua telah terlaksana dengan adanya pilihan langsung dari rakyat.

Tetapi di balik itu semua, bukan tidak mungkin ternyata banyak yang berlomba untuk memperebutkan segala bentuk kursi kekuasaan hanya untuk merasakan panas-dinginya duduk di atas kursi dengan hanya ber-Retorika di depan umum, atau hanya ingin merasakan kewibawaan dan Sakralan dari kursi kekuasaan yang telah di milikinya hanya untuk sebuah harga diri dan pencitraan diri.

Hari ini atau hari kedepan jika kita menerawang rasa-rasanya sangat sukar untuk melihat adanya pemimpin yang mengambil atau ikut berlomba untuk berkuasa dengan menjadikan kursi kekuasaan sebagai amanah untuk mengambil kesempatan untuk merubah dari ke adaan yang tidak berpihak menjadi berpihak, untuk merubah dari yang di layani menjadi melayani, dan menjadikan kekuasaan yang ada di tanganya untuk sebuah kemaslahatan bagi semua orang, dan mendedikasikan dirinya di atas kekuasaan yang membantu rakyat yang telah memilihnya, bukan dengan mengekang atau bahkan menghilangkan azas demokrasi yang telah memilihnya untuk menjadi penguasa.

(ilutrasi gmbr dri :http://fredywp.blogspot.com/2009_04_01_archive.html)

0 komentar:

Post a Comment

Koementar yang tertinggal akan membuat web/blogmu semakin punya trafic tinggi