12/07/2012

Kedelai & Keledai

Miris sekali rasanya di negeri yang begitu subur dengan ke anekaragaman hasil pangan, lagi-lagi Indonesia harus malu menjadi negara  penerima inpor kedelai dari negara sekaliber Amerika, sebuah fakta yang ironi di tengah kehidupan rakyat Indonesia yang terkenal sebagai negeri pangan dunia karena program dan keadaan alam yang mendukung sebagai negeri panggilan penghasil pertanian asia terbesar, dekade era orde baru Indonesia di sebut sebagai negara Macan Asia yang berkonotasi lebih kepada hal sandang pangan, di mana Indonesia mampu beswasembada beras yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa ini menuju puncak ke masyuran. Menilik ke masa-masa orde baru, Indonesia mampu menjadi negara yang tak pernah kekurangan dalam masalah hasil pertanian, pernahkah kita sesering mungkin di era di mana orde baru berkuasa Indonesia kekurangan stok pangan ???

Indonesia yang kaya akan slogan sebagai negara subur kini menjadi negara ironi di antara yang tak pasti, ironi sebagai negara makmur yang sering di elu-elukan sebagai negara kaya hasil bumi namun tak pasti hasilnya seperti apa dan bagaimana, karena kenyataanya kita menghamba kedelai kepada negara superpower dan sekaliber Amerika yang lebih terkenal sebagai slogan negara imprealis dan negara multiras dalam hal budaya dan negara ekonomi paling maju dalam hal slogan sebagai negara finansial modern, namun semua itu berbalik, sebuah negara yang lebih terkenal ke arah yang jauh 180 derajat berbeda dengan negara kita Indonesia yang nyata-nyata dan ramai-ramai di berita Indonesia sebagai negara penghasil pangan pertanian, sesuatu yang tak dapat di percaya bahwa kita menghambakan pangan kita di bawah kaki mereka (Amerika), apakah anda percaya lebih dari separuh hasil pertanian kedelai kita di peroleh atau di inpor dari negara Amerika, sesuatu yang mustahil untuk kita percayai dan jarang kita mendengar sebuah negara adidaya memproduksi kedelai, rupanya Amerika bukan saja menjadi negara hebat dalam hal ekonomi, budaya, persenjataan, teknologi, namun kini Amerika terkenal juga sebagai negara penghasil kedelai yang rata-rata lebih tersohor bahwa kedelai adalah hasil bumi hanya berada dan di tanam dan berada di wilayah bersuhu tropis di seperti seperti Indonesia, Amerika kini menjadi negara baru dalam dunia imprealisme kedelai dan kita lagi-lagi menjadi sebuah negara yang penuh dengan julukan dan keadaan yang alam yang mendukung namun tak mampu menggunakan semua kemampuan yang ada untuk di gunakan semestinya. 

Hanya manusia-manusia bodoh yang mempunyai lahan pertanian yang begitu kaya dan terkenal sebagai negeri sandang pangan namun tak mampu menjadikan kesempatan dan kebanggaan yang dimiliki untuk benar-benar di buktikan bahwa apa yang di miliki cukup untuk menjamin akan sebuah kata tentang ketersedian dan kesejahteraan bagi pemilikynya dan rakyatnya, sebuah fakta ironi antara kita dan Amerika, Amerika sebagai negara yang terkenal ke arah yang berlawanan nyata-nyatanya, ternyata kita (Indonesia) yang terkenal sebagai negara negerinya petani, ternyata kita penghamba kedelai dari negeri paman sam nan jauh di ujung sebrang, kapan-kah kita belajar menyadari bahwa apa yang menjadi sebutan dan sanjuangan kepada Indonesia sebagai negara pangan bisa sesuai dengan trademark-nya Indonesia, dan belajar mengenal akan slogan yang sering menjadi brand dalam tren tatanan sosial media kita, segera-lah kita mengambil langkah besar dengan membuktikan kembali bahwa Indonesia layak dan sangat layak menjadi negara dengan sebutan sebagai negara penghasil pangan pertanian tersebut, bukan dengan membiarkan diri seperti keledai yang harus beberapa kali merasakan pembodohan terhadap dirinya sendiri.

Pemerintah dalam hal ini birokrasi juga berperan penting akan nasib para petani, selain cukong dan tengkulak yang sewenang-wenang menaik-turunkan harga, memonopoli harga tanpa mengindahkan akan kebutuhan para petani kedelai dan produsen hasil olahan dari kedelai, mereka para cukong dan tengkulak lebih berorientasi mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan hasil bumi sejenis kedelai untuk hasil olahan yang bersifat sekuder. Bagi kalangan petani dan rakyat kecil lainnya, para cukong, tengkulak dan antek perorientasi keuntungan ini lebih nyaman bertransaksi dengan mereka pemilik pabrik kecap dan hasil olahan lainnya di luar Tempe sebagai jajanan dan kebutuhan lauk pauk rakyat kecil dimana tempe menjadi kebutuhan primer, "mereka" para perorientasi keuntungan lebih mengkompromikan kelas menengah sebagai penikmat hasil pabrikan bukan memprioritaskan rakyat penikmat pabrikan kecil sperti Tempe yang menjadi kebutuhan primer bagi rakyat kecil. Sadar atau tidak, para perorientasi keuntungan ini mengabaikan hak-hak dasar akan kebutuhan manusia Indonesia lainnya yang mempunya status sosial sebagai konsumen dan pecandu Tempe, sepelik apapun berbicara masalah keuntungan sesungguhnya kita tahu penikmat dan peminat Tempe bukanlah kalangan kelas bawah saja, tetapi di luar itu semua, kita dan bangsa Indonesia di berbagai penjuru tanah air mulai dari seorang Presiden, Menteri, Akandemisi, dan Profesionlis mengatakan bahwa sesungguhnya Tempe adalah kebutuhan yang sesekali wajib di konsumsi bagi mereka yang tak pernah atau jarang sekali mencicipi, tidak perlu di ragukan tantang masalah gizi yang ada pada Tempe, dari rekomendasi sang yang sudah di sebutkan tadi, dari tahun-ketahun pun jelas, Tempe bukanlah makanan asing dan sembarangan, selain gizi yang terkandung di dalamnya, dalam rekatan kedelai yang terbungkus dan membentuk serta manghasilkan rasa, ada benih-benih perjuangan para petani kita yang tetap dengan gigih sekuat tenaga membudayakan Tempe sebagai budaya asli hasil bagian dari olahan pangan Indonesia dan merupakan bagian dari sekedar peneman makan di meja.

Hanya manusia Keledai yang mempermainkan harga kedelai dan menghambakan kedelai kepada Negara Amerika yang jauh sangat bertolak belakang dengan slogannya sebagai negara imprealis, sesuatu yang memalukan dan mungkin bagi kalangan awam di pedesaan bahwa ternyata separuh kedelai kita hasil inpor dari Amerika.

Ketika sebuah negara imprealis Amerika mengalami musim panas kita menjadi gusar, cemas dan gelisah di buatnya karena kita mengantukan separuh pasokan Tempe kepada negara yang bertolak belakang, kita menjadi khawatir dan teriak-teriak dimana-mna ketika separoh pasokan Tempe tersendat karena sang adikuasa sibuk dengan politik perangnya, akan-kah kita tetap menjadi negara yang mengharapkan pasokan segala-galanya dari Amerika selain persenjataan, dan ekonomi ??

HARAPAN AKAN KEDELAI
Semoga esok kelak negeri ini tidak sampai parah mengharapkan pasokan yang sudah menjadi hasil dari kedelai tersebut seperti Tempe, Oncom, dan Tahu yang menjadi ciri khas dan urat nadi terakhir masyarakat Indonesia. Semoga pula Kementerian Pertanian, Perdagangan, UKM dan Bulog serta lembaga lainnya menjadi jembatan bagi petani Indonesia untuk bisa berkembang menjadi lebih baik bukan dengan terus beretorika dan membatah akan kegagalannya menjadi pengayom petani, semoga pula Kementerian dan lembaga tersebut menjadi pembantu ikhlas untuk membantu para petani kita di masa paceklik kedelai ini, untuk benar-benar sementara waktu walaupun jangka pendek, memberi jalan terbaik bagi petani kedelai dan produsen Tempe agar tetap bertahan dalam segala keadaan terlebih di saat sekarang ini dimana kita kekurangan jumlah produksi Kedelai sebagai bahan dasar adanya Tempe dan hasil sejenis lainnya, data dari beberapa sumber yang di peroleh setelah di tahun 2010 produksi kedelai kita lebih menurun di tahun 2012 ini, harapan kedepan Kementerian dan Lembaga yang mengurusi masalah logistic dan hasil pertanian, dan oknum-oknum di bawahnya yang tidak bertanggung hawab tidak menjadi cukong yang memonopili harga sedmikian rupa demi keuntungan sesaat, dan kepada Presiden pula akhirnya opini ini di alamatkan semoga kiranya pemimpin kita mampu memberi gebrakan yang berarti membuat inovasi dengan memerintahkan Kementerian dan Lembaga-lembaga di bawahnya, khususnya yang mengurusi persoalan pangan hasil pertanian yang menjadi nyawa bagi harapan bagi sebagian masyarakat Indonesia agar sesegera mungkin membuat terobosan maha penuh karya dalam hal pertanian untuk melawan dominasi Amerika di segala aspek perekonomian khususnya stok kebutuhan petanian dan produsen kecil Indonesia untuk sesegera mungkin mengakhirinya dengan swasembada kedelai di tahun-tahun mendatang dan tidak menjadi keledai karena masalah kedelai yang harus menelan pil pahit untuk kesekian kalinya dengan masalah pasokan setalah kasus inpor beras dari Vietnam dan thailand, jika kita tetap berharap dan bergantung pada Amerika apakah kita sanggup kelak suatu masa bukan saja kedelai tapi hasil dari kedelai seperti Tempe, Oncom, dan Tahu dan produk masyarakat yang di hasilkan dair olahan kedelai dan sejenisnya di pasok dari Amerika juga, semoga saja tidak.

0 komentar:

Post a Comment

Koementar yang tertinggal akan membuat web/blogmu semakin punya trafic tinggi